Penerimaan Dosen Tetap di Lingkungan Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo
Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo membuka formasi Dosen untuk pemenuhan kebutuhan Sumber Daya Dosen dan pembukaan program studi baru.
Silakan unduh berkas di sini.
Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo membuka formasi Dosen untuk pemenuhan kebutuhan Sumber Daya Dosen dan pembukaan program studi baru.
Silakan unduh berkas di sini.
Oleh M. Idham Kholiq
“Iki Sidoarjo cak, beda karo daerah liyo” sering mendengar istilah tersebut dalam berbagai perjumpaan. Di forum-forum diskusi maupun di tempat-tempat perbincangan lain seperti warung kopi dan pasar.
Tersirat suatu makna sosiologis atas pernyataan tersebut. Pernyataan yang menggambarkan gambaran sosial yang hendak disampaikan bahwa Sidoarjo itu memiliki karakter sosial yang perlu diterangkan secara sosiologis.
Sidoarjo saat ini memang sedang bergerak cepat menjadi kawasan industri, khususnya menyangkut mobilitas sosial ekonomi. Ribuan perusahaan manufaktur berdiri dan berkembang.
Dari aspek ekonomi, pertumbuhan industri menjadi daya dorong pertumbuhan berbagai pergerakan ekonomi lainnya, seperti kebutuhan perumahan, perdagangan, dan lainnya.
Secara sosial, industrialisasi berdampak pertumbuhan penduduk karena urbanisasi. Pertumbuhan penduduk itu tentu saja secara langsung mempengaruhi kondisi sosial masyarakat Sidoarjo, khususnya tingkat heterogenitas yang makin tinggi.
Di masa lalu, sebelum laju pertumbuhan industri begitu kencang, mata pencaharian masyarakat Sidoarjo relatif terbagi dalam tiga kelompok besar, yakni pertanian, perdagangan, dan perikanan.
Sektor pertanian lebih banyak berada di wilayah barat Sidoarjo, berada kurang lebih 5 kilometer arah barat dari Jalan Raya. Wilayah itu seperti kecamatan Wonoayu, Tulangan, Krembung, Prambon, Balongbendo, dan Tarik.
Sedangkan wilayah kedua adalah jalur sepanjang jalan raya yang membentang dari Waru hingga Porong. Jalan raya ini merupakan Jalan Deandles yang menghubungkan Anyer Panarukan di jalur Utara Pulau Jawa.
Dibukanya jalur tersebut memang berdampak pada pertumbuhan perdagangan di sekitar jalur, mulai tumbuhnya pasar-pasar tradisional dari Waru hingga Porong. Semuanya rata-rata berada di Jalur Deandles.
Selain pasar, tumbuh industri kecil dan usaha rumahan yang berkembang di masyarakat sekitar jalur dalam radius kurang lebih 5 Kilometer ke barat dan timur jalan. Contohnya, industri rumahan seperti industri sandal di Wedoro, Waru; industri topi di Punggul, Gedangan; industri mainan anak-anak di Candisayang, Candi; dan pengerajin kulit di Kecamatan Tanggulangin.
Wilayah ketiga adalah bagian timur atau pesisir yang berada di wilayah paling timur Sidoarjo mulai dari Waru hingga Porong dan Jabon. Rata-rata masyarakatnya bermata pencaharian dari sektor perikanan, sebagai pencari ikan di laut, petambak, dan industri olahan ikan.
Ketiga masyarakat tersebut tumbuh dengan karakter sosial yang agak berbeda. Di wilayah barat karena sektor pertanian, karakter sosial masyarakatnya relatif lebih terikat oleh norma-norma paguyuban sebagai masyarakat pertanian. Sedangkan masyarakat di jalur jalan raya karena bergerak di sektor perdagangan relatif lebih digerakkan oleh norma-norma tertentu yang mengedepankan perhitungan-perhitungan transaksional. Sementara, karakter masyarakat di timur pesisir Sidoarjo, relatif terbentuk karakter yang keras karena perjuangan melawan kerasnya alam pesisir.
Namun, di antara perbedaan karakter ketiganya, masyarakat Sidoarjo secara keseluruhan di masa itu dikenal sebagai masyarakat yang relatif hidup dengan kemakmuran. Dulu, banyak disebutkan suatu keadaan yang menggambarkan kondisi ini. Warga Sidoarjo suka sekali “marung” dengan gaya pakaian seadanya seperti sarungan, berpeci butut tapi bawa uang banyak.
Sejak industrialisasi masuk ke Sidoarjo sekitar tahun 90an kondisinya relatif berubah. Industrialisasi telah membawa kemunduran ekonomi masyarakat Sidoarjo di tiga kawasan tersebut. Di bagian barat, lahan-lahan pertanian makin menipis karena dijual pemiliknya untuk pabrik dan perumahan. Demikian juga di wilayah timur, sektor perikanan juga mengalami kemunduran, lahan-lahan tambak makin banyak dijual untuk pabrik dan perumahan. Sedangkan di kawasan tengah, laju perdagangan modern juga berdampak meminggirkan pasar-pasar tradisional.
Tetapi catatan pentingnya adalah di dalam penetrasi industrialisasi yang kencang itu hampir tidak terdengar istilah penggerusan terhadap masyarakat Sidoarjo. Sebaliknya masyarakat Sidoarjo tetap bergerak maju bersama-sama industrialisasi.
Inilah yang dalam pandangan saya, disebut sebagai daya tahan sosial, yang manifesnya secara inharen di dalam sistem sosial masyarakat Sidoarjo.
Dalam pandangan Talcott Parsons, situasi ini ada di dalam sistem sosial, yang terdapat dalam empat kategori; (L)atent maintenance-norm, (I)ntegration, (G)oal attainment, dan (A)daptation.
Latent maintenance-norm menjadi daya tahan “budaya” dengan nilai dan norma-norma yang menyebabkan masyarakat Sidoarjo tetap tidak “terpinggirkan” karena penetrasi budaya masyarakat industri. Masyarakat Sidoarjo tetap hidup dalam adat kebiasaannya seperti tradisi unjung-unjung, yasinan, mitoni, selapanan, ziarah kubur, dan lain-lain.
Integration, menjadikan masyarakat mudah “mempertemukan” dirinya dengan masyarakat pendatang, sehingga terhindar dari konflik sosial, seperti pertentangan antara warga asli dan pendatang. Semuanya menyatu menjadi masyarakat Sidoarjo.
Goal attainment menjadi kekuatan bersama untuk mencapai kemajuan. Dalam bidang ekonomi, masyarakat Sidoarjo tidak pernah terpinggirkan secara ekonomi, bahkan ikut maju bersama secara ekonomi.
Kita saksikan bagaimana warga Sidoarjo mengkapitalisasi uang yang mereka peroleh dari penjualan sawah-sawah mereka kepada perusahaan dan perumahan, dikapitalisasi untuk modal usaha baru seperti mendirikan rumah-rumah kost. Mereka juga sangat cermat memanfaatkan halaman rumah mereka untuk mendirikan toko, bengkel, usaha cuci motor, bahkan banyak yang mendirikan bangunan disewakan untuk toko dan warung.
Di daerah barat, seperti Wonoayu, Tulangan, Krembung dan lainnya, beberapa usaha jual beli rongsokan banyak berdiri milik warga setempat. Mereka punya lobi dengan pabrik-pabrik untuk berbisnis pembelian barang-barang yang sudah tidak digunakan di pabrik-pabrik. Bahkan ada yang mendirikan pabrik di belakang rumah mereka untuk pengelolaan barang-barang itu. Semuanya menjadi kekuatan mencapai kemakmuran bersama industrialisasi di Sidoarjo.
Adaptation, menjadi kekuatan individu-individu warga Sidoarjo membaca peluang dan mengantisipasi perubahan-perubahan.
Pendek kata, inilah daya tahan masyarakat Sidoarjo, yang dalam pandangan Parsons selalu menjadi kekuatan yang mengarahkan kepada keseimbangan sosial, yang selalu menciptakan harmoni dalam kehidupan sosial di Sidoarjo.
Penulis adalah Kepala Bagian Humas Universitas NU Sidoarjo yang juga Ketua Keluarga Alumni Gajah Mada (Kagama) Sidoarjo
Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (Unusida) meraih peringkat pertama kategori Badan Hukum Perkumpulan Nahdlatul Ulama dalam Penghargaan Kampus NU terbaik Nasional tahun 2020.
Penghargaan itu disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Perguruan Tinggi NU se Indonesia di Pekalongan, Rabu (23/12).
Wakil Ketua Lembaga Pendidikan Tinggi NU (LPTNU) Pusat, M Afifi mengumumkan langsung beberapa kategori terbaik penghargaan tersebut kepada peserta rakornas yang hadir secara langsung dan bergabung secara online. Ada sembilan nama perguruan tinggi terbaik, dan Unusida dinobatkan sebagai terbaik pertama tahun 2020.
Menurut Rektor Unusida, Fatkul Anam, peringkat pertama tersebut diambil berdasarkan pemeringkatan yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). “Untuk ukuran Perguruan Tinggi baru yang belum genap berusia 10 tahun, prestasi ini luar biasa bagi kami,” cetus Fatkul Anam.
Kata Fatkul Anam, ada 58 perguruan tinggi yang tahun ini mengikuti penilaian di LPTNU. Unusida meraih predikat pertama dalam kategori perguruan tinggi NU Badan Hukum Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
Secara nasional, Unusida menduduki peringkat 743 di antara 4.504 seluruh perguruan tinggi se-Indonesia. Jumlah tersebut didasarkan pada berbagai macam penilaian, salah satunya bidang kemahasiswaan.
Tahun 2020 ini, Unusida juga telah mendapatkan program Program Holistik Pembinaan dan Pemberdayaan Desa PHP2D dan Program Kreativitas Mahasiswa dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
FKUB Kabupaten Sidoarjo yang telah bekerja sama dengan Universitas NU Sidoarjo (Unusida) kembali memberikan bantuan kepada masyarakat terdampak Covid-19. Kali ini bantuan tersebut diberikan kepada 52 pondok pesantren yang ada di Sidoarjo.
Bantuan yang disumbangkan berupa hand sanitizer, masker kain, tangki desinfektan, tablet desinfektaan, dan suplemen kekebalan tubuh. Masing-masing pondok pesantren mendapatkan 400 botol handsanitizer, 1.400 potong masker, 5 unit alat semprot desinfektan, 5 paket tablet desinfektan, dan 60 box suplemen vitamin C.
Sekretaris FKUB Sidoarjo yang juga Humas Unusida M. Idham Kholiq menuturkan, bantuan tersebut didapatkan dari donasi keluarga besar FKUB dan dari berbagai pihak yang telah mempercayakan bantuannya kepada FKUB Peduli. Selama pandemi Covid-19, FKUB bekerjasama dengan Unusida juga membuka penyaluran donasi yang diperuntukkan untuk penanganan Covid-19.
“Alhamdulillah, donasi yang terkumpul selama ini, mencapai 2 Miliar Rupiah. Uang tersebut kami salurkan dan dibelanjakan semua untuk keperluan pencegahan penyebaran Covid-19. Uang tersebut kami rupakan barang, tanpa mengurangi sedikitpun. Biaya operasional saja memakai uang sendiri, tidak sedikitpun memakai uang donasi,” tegas Idham saat menyerahkan bantuan di kampus B Unusida, Rabu, 16 Oktober 2020, pagi.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Rektor Unusida Dr. H. Fatkul Anam, M.Si menambahkan, Unusida sangat mengapresiasi kerja sama dengan FKUB karena ingin menunjukkan sebagai kampus rahmatan lil alamin.
“Donasi yang terkumpul, tak hanya untuk umat Islam saja, melainkan juga untuk umat beragama lain. Semua penerima diberlakukan sama, tidak membeda-bedakan agama satu dengan lainnya. Semua warga, kelompok masyarakat yang terkena dampak, yang membutuhkan perhatian, akan diberikan bantuan,” tegas Anam.
Pembicaraan yang dilakukan pada akhir Juli 2020 lalu antara PT. Avia Avian, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan Universitas NU Sidoarjo (Unusida), pada hari ini Selasa, 11 Agustus 2020 ditindaklanjuti dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU).
Rektor Unusida Dr. Fatkul Anam menjelaskan bahwa isi MoU sesuai dengan kesepakatan, yakni pengecatan rumah-rumah ibadah yang ada di 18 kecamatan di Sidoarjo. Pelaksanaan pengecatan diikutkan dalam kegiatan KKN mahasiswa di desa atau kelurahan masing-masing.
“Alhamdulillah, tahun ini kita terbantu oleh FKUB dan PT. Avian. Terbantu oleh arahan FKUB dan produk cat oleh Avian,” ungkap Fatkul Anam.
Menanggapi hal itu, Marketing Manager PT. Avian Bambang Praptoadi berterima kasih kepada Unusida dan FKUB. Pasalnya, karena berkat kerja sama kali ini program CSR perusahaan dapat dilaksanakan. “Karena Covid-19, program CSR kami mandek,” ungkapnya.
Senada dengan Bambang, Sekretaris FKUB M. Idham Kholiq mengatakan bahwa pengecatan rumah ibadah merupakan bagian usaha merawat kerukunan umat beragama. “Ini ada perusahaan besar mau ikut serta merajut kerukunan umat, ini luar biasa,” kata Idham.
Ia menambahkan, usaha tersebut juga terbantu dengan adanya program pengabdian masyarakat Unusida berupa KKN. Selain itu, FKUB dan PT. Avia Avian juga sama-sama memiliki program kepedulian masyarakat. “Mahasiswa juga bisa belajar langsung merawat kerukunan umat beragama,” tambah Idham Kholiq.
Penandatanganan yang dilaksanakan di kampus Unusida II di Jalan Lingkar Timur itu juga diharapkan tidak berhenti sampai pada program pengecatan. Pihak kampus berharap ada kerja sama lain yang bisa di jalin, karena Unusida memiliki jurusan yang bisa saling melengkapi dengan PT. Avia Avian.
“Kami punya jurusan teknik, ilmu komputer, dan ekonomi yang mungkin bisa bersama-sama kita jalin,” pungkas Rektor Unusida usai acara.
Senin 27 Juli 2020, sebelum rapat evaluasi Sistem Informasi Manajemen, Rektor Unusida Dr. Fatkul Anam memberi saya masker. Tak fikir itu masker kain seperti biasanya. Ternyata, masker yang saya terima ada logo kampus Unusida. Sontak saya pun mengganti masker lama yang sedang saya pakai dengan masker pemberian rektor.
Flash back ke masa sebelum pandemi, saat itu jarang orang memakai masker. Umumnya yang memakai hanya untuk urusan beberapa bidang pekerjaan, menghindari bau, dan debu. Sejak Covid-19 merebak, pemerintah gencar sosialisasikan bahwa masker harus jadi bagian hidup.
Masih teringat ketika awal Maret 2020, Presiden Jokowi mengumumkan 2 pasien Covid-19 pertama berkewarganegaraan Indonesia. Semenjak itu pembicaraan dan pemberitaan tentang pandemi meramaikan ruang publik.
Respon public beragam. Ada yang tak peduli. Sebagian lagi sangat khawatir bahkan panic.
Memborong masker untuk persediaan, jadi salah satu fenomena menyikapi pandemi. Sempat terjadi kelangkaan masker, karena terjadi penimbunan masker yang mengakibatkan kenaikan harga masker hingga 1000 persen.
Tetapi tak selamanya penimbunan menghasilkan sesuatu yang diharapkan. Sebagian masyarakat memanfaatkan momen itu untuk membuka bisnis pembuatan masker baru dari kain. Bahkan, yang lebih menyakitkan bagi para penimbun yakni masker yang dibagikan secara gratis oleh para relawan.
Yang lebih ekstrem lagi ada gerakan donasi kain perca untuk bahan produksi masker gratis, seperti yang dilakukan Pengurus Wilayah Fatayat NU Jatim. Lazisnu di banyak daerah juga memborong masker dari dana filantropi yang dikumpulkannya untuk selanjutnya dibagikan gratis. Pemerintah pun tak ingin ketinggalan, termasuk Pemkab Sidoarjo bahkan Wakil Bupati Nur Ahmad Syaifuddin turun langsung membagikan masker kepada warga.
Fenomena masker kemudian mengalami pergeseran. Awalnya masker sebagai lahan bisnis, kemudian lahan amal, juga sebagai wujud kepedulian pemerintah kini, berubah menjadi wahana ekspresi seni dan identitas.
Mulai bermunculan masker dengan beragam motif. Ada juga masker dengan beragam gambar, mulai animasi, hingga gambar bagian wajah yang tertutup masker yakni bibir dan sekitarnya.
Trend ini berkembang menjadi modis. Perancang busana mulai memasukkan masker dalam rancangan busananya, sehingga harmoni warna dan model masker serta busana menjadi pertimbangan dalam membuat masker.
Nahdlatul Ulama beserta badan otonom, lembaga, dan unit usahanya masing-masing memproduksi masker sesuai identitas organisasi. Masjid pun juga melakukan hal sama, memproduksi masker beridentitas masjid masing-masing untuk jamaahnya. Mungkin juga jemaat gereja dan komunitas agama lainnya. Madrasah, sekolah, pondok pesantren, madrasah diniyah termasuk perguruan tinggi juga mengikuti trend tersebut.
Apapun motif dan motivasinya, memproduksi, membagi, dan memakai masker, tujuan awal dan utamanya adalah mencegah penyebaran Covid-19. Segala upaya pencegahan yang disusun dalam protokol kesehatan harus kita patuhi. Dengan kesadaran bersama dan sinergi semua elemen masyarakat insya Allah pandemi Covid-19 berakhir. Amin.
Masker tak hanya bagian dari upaya Unusida melaksanakan pencegahan penyebaran virus tetapi juga menjadi media promosi. Bahkan, ada kebanggaan bagi warga NU karena mengenakan salah satu simbol kebanggan NU Sidoarjo.
Penulis: Aris Karomy, Kepala Biro Umum Unusida.
Posko Bantuan Terdampak Covid 19 FKUB dan Unusida telah resmi ditutup dan berakhir kegiatannya. Hal itu ditunjukkan dengan diserahkannya salinan laporan kegiatan posko kepada Rektor Unusida Dr. Fatkul Anam oleh ketua posko.
Menurut ketua Posko Suratidjan bahwa berakhirnya kerja sama di posko tersebut bukan berarti tidak ada lagi kerja sama antara FKUB dan Unusida. “Akan ada kerja sama lainnya, akan kita bicarakan setelah ini,” ungkapnya.
Pihak Unusida pun berharap keberlanjutan kerja sama di bidang lainnya tetap terjalin. Salah satunya dalam penyelenggaraan KKN mahasiswa dan kegiatan pengabdian masyarakat lainnya.
“Kita gabungkan potensi FKUB dan Unusida untuk bersinergi,” kata Rektor, Rabu 1 Juli 2020.
Di antaranya program kegiatan yang bisa digarap bersama adalah pengecatan dan perbaikan rumah ibadah, serta fasilitas sosial lainnya.
Dalam kesempatan itu diserahkan laporan kegiatan lengkap dengan laporan keuangan dan berbagai kebutuhan lainnya. Selain itu secara simbolis juga diserahkan sertifikat ucapan terima kasih.
Kampus I : Jl. Monginsidi Kav DPR No.Dalam, Sidoklumpuk, Sidokumpul, Kec. Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur 61218
Kampus II : Jl. Lingkar Timur KM 5,5 Rangkah Kidul, Kec. Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur 61234
Telepon : (031) 8079900
Email : unu@unusida.ac.id
Biro Akademik
Biro Umum
Biro Keuangan
Biro Sumber Daya Manusia
Biro Humasy, KP2
Biro Kemahasiswaan dan Alumni
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Badan Penjaminan Mutu
Satuan Pengawas Internal
Our support Hotline is available 24 Hours a day: (555) 343 456 7891