Reaktualisasi Mabadi Nashrillah, Agar Hari Raya Lebih Bermakna

[vc_row][vc_column][vc_column_text]Drs. H. Khoifulloh, Wakil Rektor 2 Unusida

Kita patut bahkan wajib bersyukur atas banyak hal terutama suasana damai dan aman saat melaksanakan ibadah puasa hingga merayakan idul fitri tahun ini. Selama bulan Ramadan umat Islam terlihat bersemangat tinggi menyemarakkan bulan suci dengan beragam ibadah dengan tetap memperhatikan protkol kesehatan terkait pandemi. Semoga Allah SWT berkenan menerima semua amal ibadah kita terutama selama bulan Ramadan.

Fenomena di penghujung bulan Ramadan, kaum muslimin menyiapkan datangnya Idul Fitri. Idul Fitri di anggap sebagai hari suka cita, hari semarak siar Islam, hari silaturahmi dengan beragam bentuk ekspresi pendukungnya antara lain : baju baru, ragam kuliner, jajanan meja dan sebagainya. Kesan Gebyar, semarak, meriah, dan suka cita melekat pada perayaan Idul Fitri. Masjid, musholla, sarana umum, pusat belanja bahkan acara televisi juga medsos penuh dengan aksesoris hiasan symbol gebyar dan kesuka citaan Idul Fitri. Banyak kaum muslimin tidak memperbarui cat rumah kecuali menjelang Idul Fitri semua sekali lagi menunjukkan kesan gebyar, semarak, meriah dan suka cita.

Fenomena seperti ini membutuhkan dukungan finansial yang melahirkan budaya atau kebijakan THR bagi karyawan di instansi atau perusahaan. Termasuk yang juga menarik perhatian adalah tradisi mudik yang karena masih suasana pandemi, tahun ini harus dilakukan dengan banyak aturan pembatasan atau secara virtual.

Gebyar, semarak, meriah dan suka cita adalah ekspresi lahiriyah yang wajar bahkan ada pembenar dari ajaran Islam. Nabi Muhammad SAW menganjurkan agar hari raya Idul Fitri di semarakkan dengan lantunan takbir, tahmid dan tasbih. Beliau juga memerintahkan agar seluruh umat Islam pria wanita bahkan yang haid, nifas, wanita pingitan untuk diajak hadir di lapangan atau halaman masjid lokasi sholat Id guna menambah syiar idul fitri.

Beliau juga mendorong dan mencontohkan silaturahmi dan saling memaafkan saat idul fitri. Aspek lahiriah ini harus diimbangi dan disempurnakan dengan aspek bathin dan nuansa rohani (Transenden) agar tidak salah arah dan lebih bermakna.

              Idul Fitri kalau kita maknai secara harfiah berarti kembali kepada fitrah, kesucian diri sebagai insan yang di ciptakan Allah dengan bentuk dan takaran yang paling baik (Ahsani Taqwim) dhohir dan bathin. Menurut Syeikh Mustofa Mas’ud Al-Haqqany, bahwa esensi tugas Nabi Muhammad menyampaikan risalah agama Islam adalah menjaga manusia yang lahir dalam keadaan fitrah agar kembali menghadap Allah SWT juga dalam keadaan fitrah. Jangan sampai terperosok menjadi golongan hina terendah (asfala safilin) akibat menuruti nafsu dan ajakan setan. Idul Fitri adalah momen kembalinya fitrah manusia sebagai manusia suci seperti saat dilahirkan (ka yaumin waladathu ummuhu). Pada titik ini maka sikap batin yang tepat adalah mempertebal rasa syukur ke hadlirat Allah SWT diiringi sikap hati mengagungkan dan mensucikan Allah SWT. Takbiran sebagai ekspresi lahiriah haruslah dibarengi dengan rasa syukur mendalam, mengagungkan dan mensucikan Allah SWT dengan sepenuh hati. Syukur atas anugrah Idul Fitri dibarengi komitmen untuk mempertahankannya.

Sementara gerakan silaturahmi dan saling memaafkan hingga muncul tradisi khas nusantara yakni halal bi halal dan mudik adalah sesuatu yang baik dan perlu dilestarikan dan ditingkatkan kualitas transendensinya. Dalil keutamaan silaturahmi dan saling memaafkan sudah popular baik dari Al-Qur’an maupun Hadist Nabi Muhammad SAW. Bentuk ekspresinya berupa mudik atau halal bi halal adalah kreasi cerdas ulama nusantara.

Agar makin bermakna silaturahmi perlu dibarengi dengan semangat nilai Mabadi Nasrilah yakni 3 pondasi meraih pertolongan Allah SWT. Gerakan yang dicetuskan oleh KH Abdul Wachid Hasyim saat menghadapi tekanan penjajah Jepang yang membekukan Jamiyah NU serta memenjarakan para Kyai termasuk Hadratusy Syeikh Hasyim Asyari. Gerakan Mabadi Nasrilah ini masih relevan bahkan penting agar silaturahmi tidak berhenti pada tegur sapa, basa-basi, berbagi resep kuliner dan bahas jajanan lebaran tapi juga menjadi solusi ditengah kondisi masyarakat, bangsa dan bahkan dunia yang dihimpit banyak masalah.

Mulai serangan Covid-19, serbuan budaya gadget dengan beragam muatan negatifnya seperti pornografi, game online, medsos yang tidak sehat dan lain-lain. Efek pandemic yang memukul dunia pendidikan, ekonomi dan sector lainnya adalah beberapa masalah nyata ditengah kita. Jangan sampai sukacita, semarak dan syiar Idul Fitri justru mendorong kita untuk abai.

Berikut ini tiga pondasi Mabadi Nasrilah. Pertama, Tazawaru Baduhum Bado saling mengunjungi bertemu fisik sebisa mungkin atau virtual karena kendala pandemi.

Kedua, Tawasau bil haq wa tawasau bishobri berbagi agenda berbagi inspirasi berbasis informasi yang benar dan dilakukan dengan kesabaran. Dalam setiap pertemuan silaturahmi lakukan dialog pembicaraan konstruktif. Hindari sebisa mungkin pembicaraan negatif antara lain : ujaran kebencian, berita hoax, cerita jorok dan ngelantur. Bukan hanya karena menghabiskan waktu tapi juga menghabiskan pahala ibadah dan menghalangi turunnya pertolongan Allah SWT untuk mengatasi beragam persoalan dan juga mencapai target cita-cita mulia. Termasuk didalamnya cita-cita mulia Unusida mencerdaskan SDM Indonesia berbasis nilai Ahlussunnah wal Jamaah.

              Ketiga, Taqarub Ilallah selalu menggerakkan hati mendekat kepada Allah SWT lewat dzikir, fikir, doa dan amal shaleh. Para Kiai kita selalu mengajak kita doa dan dzikir di sela pertemuan silaturahmi. Hal ini juga perlu kita tiru praktekkan dalam setiap kesempatan silaturahmi. Dengan demikian kemeriahan, sukacita dan syiar idul fitri benar-benar bermakna bahkan melahirkan solusi bagi persoalan yang ada serta menjadi jalan kesuksesan agenda dan cita-cita mulia kita.

             Taqabbalallahu minna wa minkum, semoga Allah menerima amal ibadah kita semua.

              Minal Aidzin wal Faizin kulla amin kunna wa antum bi khoir, Semoga Allah menjadikan kita golongan insan yang kembali fitri dan beruntung bahagia dunia akherat sepanjang tahun dalam keadaan terbaik.

              Amin Yaa ilaahal ‘alamin

              Selamat Hari Raya Idul Fitri 1442 H, Mohon maaf lahir bathin.

[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]

Unusida Diharapkan jadi Solusi Kurangi Kemiskinan di Sidoarjo

Sebagai kampus baru, tidak menjadi halangan untuk tetap bisa bersinergi dan menjaga hubungan terhadap dinas kepemerintahan. Bahkan lembaga untuk bersama meningkatkan kualitas mahasiswa dan pendidikan khsususnya mahasiswa Univerditas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (Unusida).

Tujuan tersebut menjadi langkah awal Fakultas Ekonomi (FE) Unusida untuk melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Dinas Pemerintah daerah dan lembaga Badan Otonom (Banom) Nahdlatul Ulama (NU) di Kampus 2 Unusida Lingkar Timur, Rangkah Kidul, Sidoarjo.

“Saya mengucapkan banyak terimakasih atas kehadiran dari berbagai pihak atas kesepakatan perjanjian bersama ini,“ beber Dekan FE Unusida, Zulifah Chikmawati. Jumat, (19/3/2021).

Dekan FE Unusida juga menjelaskan bahwa, total mahasiswa di fakultasnya sebanyak 528. Persentasenya 70% adalah pekerja dan 30% merupakan mahasiswa murni atau bukan pekerja. Bagi mahasiswa yang murni dari 30% tersebut dididik pada pertengahan semester untuk menjadi mahasiswa.

“Ke depan, kita mempersiapakan mahasiswa dalam memberikan lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran di Kabupaten Sidoarjo,” lugasnya.

Pihaknya juga sangat berharap, untuk bisa disupport program yang ada di Fakultas Ekonomi, dan mendukung penuh atas kegiatan dan program FE Unusida.

Pada kesempatan MoU kali ini, hadir pula Rektor Unusida, Fatkhul Anam, Sekda Sidoarjo, Ach Zaini, dan 3 Kepala Dinas di Pemkab Sidoarjo (Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Sosial, Dinas Penanaman Modal dan PTSP), Lazisnu Sidoarjo, dan Fatayat NU Sidoarjo.

Selain itu, Rektor Unusida juga menyampaikan, program kerjasama ini merupakan tindaklanjut MoU pihak Universitas dengan Bupati Sidoarjo, untuk serangkaian kerjasama dari dinas pemerintah dan lembaga NU hari ini memberikan dukungan luar biasa.

“Kita harus berjuang bersama, karena mahasiswa Unusida memiliki latar belakang yang berbeda-beda, bahkan menengah ke bawah,” beber Fatkhul Anam di depan tamu undangan.

Lebih jauh Sekda Ach Zaini menjelaskan, untuk terkait dengan MoU ini, sudah pernah dilakukan pada tahun 2019 dan ditindaklanjuti dengan Program Kerjasama (PKS).

Hal ini sebenarnya sudah tercover dalam Visi Misi Bupati yang kemaren sudah dipaparkan. Sehingga pelaksanaan program ini dilakukan tahun ini, dan masuk dalam 17 program pemerintah saat ini.

“Tanpa kerjasama Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (Unusida) akan mengalami banyak hambatan, dengan program ini, harapan menjadi ujung tombak dalam pertumbuhan ekonomi, dan memiliki peluang besar dalam bidang ekonomi di Sidoarjo,” tegasnya.

Pengabdian perguruan untuk ke masyarakat melalui pendidikan yang didapat di bangku perkuliahan diharapkan bisa dirasakan masyarakat. Mari dikembangakan wirausaha baru di Sidoarjo, teman-teman mahasiswa dari basicnya perlu digali, dan adanya pengelompokkan minatnya.

“Dukungan di sekitar sudah bagus, mudah-mudahan ini tidak pertama dan terakhir, dan ditindaklanjuti,” sambung Sekda Sidoarjo itu. (radarbangsa.co.id)

Penerimaan Dosen Tetap di Lingkungan Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo

Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo membuka formasi Dosen untuk pemenuhan kebutuhan Sumber Daya Dosen dan pembukaan program studi baru.
Silakan unduh berkas di sini.

Harmoni dan Daya Tahan Masyarakat Sidoarjo

Oleh M. Idham Kholiq

“Iki Sidoarjo cak, beda karo daerah liyo” sering mendengar istilah tersebut dalam berbagai perjumpaan. Di forum-forum diskusi maupun di tempat-tempat perbincangan lain seperti warung kopi dan pasar.

Tersirat suatu makna sosiologis atas pernyataan tersebut. Pernyataan yang menggambarkan gambaran sosial yang hendak disampaikan bahwa Sidoarjo itu memiliki karakter sosial yang perlu diterangkan secara sosiologis.

Sidoarjo saat ini memang sedang bergerak cepat menjadi kawasan industri, khususnya menyangkut mobilitas sosial ekonomi. Ribuan perusahaan manufaktur berdiri dan berkembang.

Dari aspek ekonomi, pertumbuhan industri menjadi daya dorong pertumbuhan berbagai pergerakan ekonomi lainnya, seperti kebutuhan perumahan, perdagangan, dan lainnya.

Secara sosial, industrialisasi berdampak pertumbuhan penduduk karena urbanisasi. Pertumbuhan penduduk itu tentu saja secara langsung mempengaruhi kondisi sosial masyarakat Sidoarjo, khususnya tingkat heterogenitas yang makin tinggi.

Di masa lalu, sebelum laju pertumbuhan industri begitu kencang, mata pencaharian masyarakat Sidoarjo relatif terbagi dalam tiga kelompok besar, yakni pertanian, perdagangan, dan  perikanan.

Sektor pertanian lebih banyak berada di wilayah barat Sidoarjo, berada kurang lebih 5 kilometer arah barat dari Jalan Raya. Wilayah itu seperti kecamatan Wonoayu, Tulangan, Krembung, Prambon, Balongbendo, dan Tarik.

Sedangkan wilayah kedua adalah jalur sepanjang jalan raya yang membentang dari Waru hingga Porong. Jalan raya ini merupakan Jalan Deandles yang menghubungkan Anyer Panarukan di jalur Utara Pulau Jawa.

Dibukanya jalur tersebut memang berdampak pada pertumbuhan perdagangan di sekitar jalur, mulai tumbuhnya pasar-pasar tradisional dari Waru hingga Porong. Semuanya rata-rata berada di Jalur Deandles.

Selain pasar, tumbuh industri kecil dan usaha rumahan yang berkembang di masyarakat sekitar jalur dalam radius kurang lebih 5 Kilometer ke barat dan timur jalan. Contohnya, industri rumahan seperti industri sandal di Wedoro, Waru; industri topi di Punggul, Gedangan; industri mainan anak-anak di Candisayang, Candi; dan pengerajin kulit di Kecamatan Tanggulangin.

Wilayah ketiga adalah bagian timur atau pesisir yang berada di wilayah paling timur Sidoarjo mulai dari Waru hingga Porong dan Jabon. Rata-rata masyarakatnya bermata pencaharian dari sektor perikanan, sebagai pencari ikan di laut, petambak, dan industri olahan ikan.

Ketiga masyarakat tersebut tumbuh dengan karakter sosial yang agak berbeda. Di wilayah barat karena sektor pertanian, karakter sosial masyarakatnya relatif lebih terikat oleh norma-norma paguyuban sebagai masyarakat pertanian. Sedangkan masyarakat di jalur jalan raya karena bergerak di sektor perdagangan relatif lebih digerakkan oleh norma-norma tertentu yang mengedepankan perhitungan-perhitungan transaksional. Sementara, karakter masyarakat di timur pesisir Sidoarjo, relatif terbentuk karakter yang keras karena perjuangan melawan kerasnya alam pesisir.

Namun, di antara perbedaan karakter ketiganya, masyarakat Sidoarjo secara keseluruhan di masa itu dikenal sebagai masyarakat yang relatif hidup dengan kemakmuran. Dulu, banyak disebutkan suatu keadaan yang menggambarkan kondisi ini. Warga Sidoarjo suka sekali “marung” dengan gaya pakaian seadanya seperti sarungan, berpeci butut tapi bawa uang banyak.

Sejak industrialisasi masuk ke Sidoarjo sekitar tahun 90an kondisinya relatif berubah. Industrialisasi telah membawa kemunduran ekonomi masyarakat Sidoarjo di tiga kawasan tersebut. Di bagian barat, lahan-lahan pertanian makin menipis karena dijual pemiliknya untuk pabrik dan perumahan. Demikian juga di wilayah timur, sektor perikanan juga mengalami kemunduran, lahan-lahan tambak makin banyak dijual untuk pabrik dan perumahan. Sedangkan di kawasan tengah, laju perdagangan modern juga berdampak meminggirkan pasar-pasar tradisional.

Tetapi catatan pentingnya adalah di dalam penetrasi industrialisasi yang kencang itu hampir tidak terdengar istilah penggerusan terhadap masyarakat Sidoarjo. Sebaliknya masyarakat Sidoarjo tetap bergerak maju bersama-sama industrialisasi.

Inilah yang dalam pandangan saya, disebut sebagai daya tahan sosial, yang manifesnya secara inharen di dalam sistem sosial masyarakat Sidoarjo.

Dalam pandangan Talcott Parsons, situasi ini ada di dalam sistem sosial, yang terdapat dalam empat kategori; (L)atent maintenance-norm, (I)ntegration, (G)oal attainment, dan (A)daptation.

Latent maintenance-norm menjadi daya tahan “budaya” dengan nilai dan norma-norma yang menyebabkan masyarakat Sidoarjo tetap tidak “terpinggirkan” karena penetrasi budaya masyarakat industri. Masyarakat Sidoarjo tetap hidup dalam adat kebiasaannya seperti tradisi unjung-unjung, yasinan, mitoni, selapanan, ziarah kubur, dan lain-lain.

Integration, menjadikan masyarakat mudah “mempertemukan” dirinya dengan masyarakat pendatang, sehingga terhindar dari konflik sosial, seperti pertentangan antara warga asli dan pendatang. Semuanya menyatu menjadi masyarakat Sidoarjo.

Goal attainment menjadi kekuatan bersama untuk mencapai kemajuan. Dalam bidang ekonomi, masyarakat Sidoarjo tidak pernah terpinggirkan secara ekonomi, bahkan ikut maju bersama secara ekonomi.

Kita saksikan bagaimana warga Sidoarjo mengkapitalisasi uang yang mereka peroleh dari penjualan sawah-sawah mereka kepada perusahaan dan perumahan, dikapitalisasi untuk modal usaha baru seperti mendirikan rumah-rumah kost. Mereka juga sangat cermat memanfaatkan halaman rumah mereka untuk mendirikan toko, bengkel, usaha cuci motor, bahkan banyak yang mendirikan bangunan disewakan untuk toko dan warung.

Di daerah barat, seperti Wonoayu, Tulangan, Krembung dan lainnya, beberapa usaha jual beli rongsokan banyak berdiri milik warga setempat. Mereka punya lobi dengan pabrik-pabrik untuk berbisnis pembelian barang-barang yang sudah tidak digunakan di pabrik-pabrik. Bahkan ada yang mendirikan pabrik di belakang rumah mereka untuk pengelolaan barang-barang itu. Semuanya menjadi kekuatan mencapai kemakmuran bersama industrialisasi di Sidoarjo.

Adaptation, menjadi kekuatan individu-individu warga Sidoarjo membaca peluang dan mengantisipasi perubahan-perubahan.

Pendek kata, inilah daya tahan masyarakat Sidoarjo, yang dalam pandangan Parsons selalu menjadi kekuatan yang mengarahkan kepada keseimbangan sosial, yang selalu menciptakan harmoni dalam kehidupan sosial di Sidoarjo.

 

Penulis adalah Kepala Bagian Humas Universitas NU Sidoarjo yang juga Ketua Keluarga Alumni Gajah Mada (Kagama) Sidoarjo

Unusida Raih PTNU Terbaik 2020

Piagam penghargaan yang diterima Unusida dari LPTNU Pusat.

Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (Unusida) meraih peringkat pertama kategori Badan Hukum Perkumpulan Nahdlatul Ulama dalam Penghargaan Kampus NU terbaik Nasional tahun 2020.

Penghargaan itu disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Perguruan Tinggi NU se Indonesia di Pekalongan, Rabu (23/12).

Wakil Ketua Lembaga Pendidikan Tinggi NU (LPTNU) Pusat, M Afifi mengumumkan langsung beberapa kategori terbaik penghargaan tersebut kepada peserta rakornas yang hadir secara langsung dan bergabung secara online. Ada sembilan nama perguruan tinggi terbaik, dan Unusida dinobatkan sebagai terbaik pertama tahun 2020.

Menurut Rektor Unusida, Fatkul Anam, peringkat pertama tersebut diambil berdasarkan pemeringkatan yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). “Untuk ukuran Perguruan Tinggi baru yang belum genap berusia 10 tahun, prestasi ini luar biasa bagi kami,” cetus Fatkul Anam.

Kata Fatkul Anam, ada 58 perguruan tinggi yang tahun ini mengikuti penilaian di LPTNU. Unusida meraih predikat pertama dalam kategori perguruan tinggi NU Badan Hukum Perkumpulan Nahdlatul Ulama.

Secara nasional, Unusida menduduki peringkat 743 di antara 4.504 seluruh perguruan tinggi se-Indonesia. Jumlah tersebut didasarkan pada berbagai macam penilaian, salah satunya bidang kemahasiswaan.

Tahun 2020 ini, Unusida juga telah mendapatkan program Program Holistik Pembinaan dan Pemberdayaan Desa PHP2D dan Program Kreativitas Mahasiswa dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

FKUB dan Unusida Salurkan Bantuan kepada 52 Pesantren

Rektor Unusida Dr. Fatkul Anam, M.Si saat menyerahkan bantuan secara simbolis kepada perwakilan pondok pesantren.

FKUB Kabupaten Sidoarjo yang telah bekerja sama dengan Universitas NU Sidoarjo (Unusida) kembali memberikan bantuan kepada masyarakat terdampak Covid-19. Kali ini bantuan tersebut diberikan kepada 52 pondok pesantren yang ada di Sidoarjo.

Bantuan yang disumbangkan berupa hand sanitizer, masker kain, tangki desinfektan, tablet desinfektaan, dan suplemen kekebalan tubuh. Masing-masing pondok pesantren mendapatkan 400 botol handsanitizer, 1.400 potong masker, 5 unit alat semprot desinfektan, 5 paket tablet desinfektan, dan 60 box suplemen vitamin C.

Sekretaris FKUB Sidoarjo yang juga Humas Unusida M. Idham Kholiq menuturkan, bantuan tersebut didapatkan dari donasi keluarga besar FKUB dan dari berbagai pihak yang telah mempercayakan bantuannya kepada FKUB Peduli. Selama pandemi Covid-19, FKUB bekerjasama dengan Unusida juga membuka penyaluran donasi yang diperuntukkan untuk penanganan Covid-19.

“Alhamdulillah, donasi yang terkumpul selama ini, mencapai 2 Miliar Rupiah. Uang tersebut kami salurkan dan dibelanjakan semua untuk keperluan pencegahan penyebaran Covid-19. Uang tersebut kami rupakan barang, tanpa mengurangi sedikitpun. Biaya operasional saja memakai uang sendiri, tidak sedikitpun memakai uang donasi,” tegas Idham saat menyerahkan bantuan di kampus B Unusida, Rabu, 16 Oktober 2020, pagi.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Rektor Unusida Dr. H. Fatkul Anam, M.Si menambahkan, Unusida sangat mengapresiasi kerja sama dengan FKUB karena ingin menunjukkan sebagai kampus rahmatan lil alamin.

“Donasi yang terkumpul, tak hanya untuk umat Islam saja, melainkan juga untuk umat beragama lain. Semua penerima diberlakukan sama, tidak membeda-bedakan agama satu dengan lainnya. Semua warga, kelompok masyarakat yang terkena dampak, yang membutuhkan perhatian, akan diberikan bantuan,” tegas Anam.