Unusida, FKUB, dan PT. Avian akan Gelar Pengecatan Rumah Ibadah

Pembicaraan yang dilakukan pada akhir Juli 2020 lalu antara PT. Avia Avian, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan Universitas NU Sidoarjo (Unusida), pada hari ini Selasa, 11 Agustus 2020 ditindaklanjuti dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU).

Rektor Unusida Dr. Fatkul Anam menjelaskan bahwa isi MoU sesuai dengan kesepakatan, yakni pengecatan rumah-rumah ibadah yang ada di 18 kecamatan di Sidoarjo. Pelaksanaan pengecatan diikutkan dalam kegiatan KKN mahasiswa di desa atau kelurahan masing-masing.

“Alhamdulillah, tahun ini kita terbantu oleh FKUB dan PT. Avian. Terbantu oleh arahan FKUB dan produk cat oleh Avian,” ungkap Fatkul Anam.

Menanggapi hal itu, Marketing Manager PT. Avian Bambang Praptoadi berterima kasih kepada Unusida dan FKUB. Pasalnya, karena berkat kerja sama kali ini program CSR perusahaan dapat dilaksanakan. “Karena Covid-19, program CSR kami mandek,” ungkapnya.

Senada dengan Bambang, Sekretaris FKUB M. Idham Kholiq mengatakan bahwa pengecatan rumah ibadah merupakan bagian usaha merawat kerukunan umat beragama. “Ini ada perusahaan besar mau ikut serta merajut kerukunan umat, ini luar biasa,” kata Idham.

Ia menambahkan, usaha tersebut juga terbantu dengan adanya program pengabdian masyarakat Unusida berupa KKN. Selain itu, FKUB dan PT. Avia Avian juga sama-sama memiliki program kepedulian masyarakat. “Mahasiswa juga bisa belajar langsung merawat kerukunan umat beragama,” tambah Idham Kholiq.   

Penandatanganan yang dilaksanakan di kampus Unusida II di Jalan Lingkar Timur itu juga diharapkan tidak berhenti sampai pada program pengecatan. Pihak kampus berharap ada kerja sama lain yang bisa di jalin, karena Unusida memiliki jurusan yang bisa saling melengkapi dengan PT. Avia Avian.      

“Kami punya jurusan teknik, ilmu komputer, dan ekonomi yang mungkin bisa bersama-sama kita jalin,” pungkas Rektor Unusida usai acara.

Masker, Tak Sekedar Protokol Kesehatan

Senin 27 Juli 2020, sebelum rapat evaluasi Sistem Informasi Manajemen, Rektor Unusida Dr. Fatkul Anam memberi saya masker. Tak fikir itu masker kain seperti biasanya. Ternyata, masker yang saya terima ada logo kampus Unusida. Sontak saya pun mengganti masker lama yang sedang saya pakai dengan masker pemberian rektor.

Flash back ke masa sebelum pandemi, saat itu jarang orang memakai masker. Umumnya yang memakai hanya untuk urusan beberapa bidang pekerjaan, menghindari bau, dan debu. Sejak Covid-19 merebak, pemerintah gencar sosialisasikan bahwa masker harus jadi bagian hidup.

Masih teringat ketika awal Maret 2020, Presiden Jokowi mengumumkan 2 pasien Covid-19 pertama berkewarganegaraan Indonesia. Semenjak itu pembicaraan dan pemberitaan tentang pandemi meramaikan ruang publik.

Respon public beragam. Ada yang tak peduli. Sebagian lagi sangat khawatir bahkan panic.

Memborong masker untuk persediaan, jadi salah satu fenomena menyikapi pandemi. Sempat terjadi kelangkaan masker, karena terjadi penimbunan masker yang mengakibatkan kenaikan harga masker hingga 1000 persen.

Tetapi tak selamanya penimbunan menghasilkan sesuatu yang diharapkan. Sebagian masyarakat memanfaatkan momen itu untuk membuka bisnis pembuatan masker baru dari kain. Bahkan, yang lebih menyakitkan bagi para penimbun yakni masker yang dibagikan secara gratis oleh para relawan.

Yang lebih ekstrem lagi ada gerakan donasi kain perca untuk bahan produksi masker gratis, seperti yang dilakukan Pengurus Wilayah Fatayat NU Jatim. Lazisnu di banyak daerah juga memborong masker dari dana filantropi yang dikumpulkannya untuk selanjutnya dibagikan gratis. Pemerintah pun tak ingin ketinggalan, termasuk Pemkab Sidoarjo bahkan Wakil Bupati Nur Ahmad Syaifuddin turun langsung membagikan masker kepada warga.

Fenomena masker kemudian mengalami pergeseran. Awalnya masker sebagai lahan bisnis, kemudian lahan amal, juga sebagai wujud kepedulian pemerintah kini, berubah menjadi wahana ekspresi seni dan identitas.

Mulai bermunculan masker dengan beragam motif. Ada juga masker dengan beragam gambar, mulai animasi, hingga gambar bagian wajah yang tertutup masker yakni bibir dan sekitarnya.

Trend ini berkembang menjadi modis. Perancang busana mulai memasukkan masker dalam rancangan busananya, sehingga harmoni warna dan model masker serta busana menjadi pertimbangan dalam membuat masker.

Nahdlatul Ulama beserta badan otonom, lembaga, dan unit usahanya masing-masing memproduksi masker sesuai identitas organisasi. Masjid pun juga melakukan hal sama, memproduksi masker beridentitas masjid masing-masing untuk jamaahnya. Mungkin juga jemaat gereja dan komunitas agama lainnya. Madrasah, sekolah, pondok pesantren, madrasah diniyah termasuk perguruan tinggi juga mengikuti trend tersebut.

Apapun motif dan motivasinya, memproduksi, membagi, dan memakai masker, tujuan awal dan utamanya adalah mencegah penyebaran Covid-19. Segala upaya pencegahan yang disusun dalam protokol kesehatan harus kita patuhi. Dengan kesadaran bersama dan sinergi semua elemen masyarakat insya Allah pandemi Covid-19 berakhir. Amin.

Masker tak hanya bagian dari upaya Unusida melaksanakan pencegahan penyebaran virus tetapi juga menjadi media promosi. Bahkan, ada kebanggaan bagi warga NU karena mengenakan salah satu simbol kebanggan NU Sidoarjo.

Penulis: Aris Karomy, Kepala Biro Umum Unusida.